Senin, 19 Januari 2015

Akhlak





AKHLAK

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
 
Definisi

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.
 
Syarat

Tolong-menolong merupakan salah satu akhlak baik terhadap sesama

Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.
  1. Perbuatan yang baik atau buruk.
  2. Kemampuan melakukan perbuatan.
  3. Kesadaran akan perbuatan itu
  4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
Sumber

Akhlak bersumber pada agama. Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukan perangai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya. Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
 
MENU RISALAH
(Klik/SENTUH Menu di bawah ini)
 
☼[Lalai untuk Belajar Islam]☼
☼[Tidak Ada Kata Terlambat untuk Belajar Islam]☼
☼[Kemuliaan Ilmu dan Ulama]☼
☼[Bahaya Bicara Agama Tanpa Ilmu]☼
☼[Tahapan Dalam Menuntut Ilmu]☼
☼[Pengaruh Teman Bergaul]☼
☼[Menebar Kasih Sayang]☼
☼[Tawakkal]☼
☼[Jangan Marah]☼
☼[Bahaya Lisan]☼
☼[Ucapan Lemah Lembut pada Orang Tua]☼
☼[Hakikat Sabar (1)]☼
☼[Hakikat Sabar (2)]☼
☼[Tebarkan Salam]☼
☼[Seberkas Cahaya di Tengah Gelapnya Musibah']☼
☼[Sombong vs Tawadhu]☼
☼[Masa Muda, Waktu Utama Beramal Sholeh]☼
☼[Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu]☼
☼[Miskin Tapi Kaya]☼
Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak

Aqidah




AQIDAH

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih:

MENU RISALAH
(Klik/Sentuh MENU di bawah ini )
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah

Minggu, 11 Januari 2015

Qiro'ah Sab'ah


Qiro'ah Sab'ah
dan
Sejarah Singkat Qiro'ah Sab'ah

Qiro'ah Sab'ah atau tujuh bacaan, adalah macam-macam cara membaca Al Qur'an yang berbeda.

Disebut tujuh bacaan adalah karena ada tujuh imam Qiro'ah yang masyhur (terkenal) dan masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri.

Pada tujuh imam Qiro'ah tersebut masing-masing memiliki 2 orang murid yang bertindak sebagai perawi. Tiap perawi, juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Al Quran.


Adapun perbedaan cara membaca tersebut, tidaklah semata-mata karena dibuat-buat baik oleh imam maupun perawinya. Cara membaca tersebut merupakan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, dan memang seperti itulah Al Quran diturunkan.

Dari Umar bin khatthab, ia berkata, “ Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqon di masa hidup Rasulullah. aku perhatikan bacaannya. tiba-tiba ia membaca dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku urungkan. maka aku menunggunya sampai salam. begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, " siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu ? " ia menjawab, " Rasulullah yang membacakannya kepadaku ". lalu aku katakan kepadanya, " kamu dusta ! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu ". kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah, dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surat Al-Furqon dengan huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surat Al-Furqon kepadaku. maka Rasulullah berkata, " lepaskanlah dia, hai umar. bacalah surat tadi wahai Hisyam ! " Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. maka kata Rasulullah, " begitulah surat itu diturunkan " ia berkata lagi, " bacalah, wahai umar ! " lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah kepadaku. maka kata Rasulullah, " begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al  Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu ”.
 [HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir]

Adapun mengenai makna dari " tujuh huruf " tersebut ada dua pendapat yang kuat. pertama adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna : Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.

Diumpamakan kalau dulu menggunakan ejaan yang lama bahasa Indonesia " Doeloe " dengan ejaan yang telah disempurnakan menjadi " Dulu " lafadz berbeda dengan bunyi yang sama, maka tulisan " Doeloe " dirubah menjadi " Dulu " tulisannya berubah tapi bacaannya sama. Padahal Bahasa Indonesia adalah Bahasa Pemersatu Bangsa.

Hikmah diturunkannya Al Qur’an dengan tujuh huruf antara lain :

  • Memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa ummi.
  • Bukti kemukjizatan Al-Qur’an dari sisi kebahasaan orang arab dan Kemukjizatan dalam aspek makna dan hukum ( ketujuh huruf tersebut memberikan deskripsi hukum yang dikandung Al Qur’an dengan lebih komprehensif dan universal).
Qiro`ah Sab`ah adalah Qiro`ah Utsmani.

Pendapat yang paling mashur mengenai penafsiran "Tujuh Huruf " adalah pendapat Ar-Razi yang dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama.

Berikut adalah Tujuh Imam yang sudah tidak diragukan lagi kemasyhurannya :

  • Ibnu ‘Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby. Beliau seorang Qadhi ( hakim ) di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Panggilannya adalah Abu Imran. beliau adalah seorang tabi’in. belajar qira’ah dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H.
Perawi Ibnu 'Amir : Hisyam dan Ibnu Dzakwan.

  • Ibnu Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky. beliau adalah imam dalam hal qira’ah di Makkah, beliau adalah seorang tabi’in yang pernah hidup bersama sahabat Abdullah ibnu Jubair, Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik. beliau wafat di Makkah pada tahun 120 H.
Perawi Ibnu Katsir : al-Bazy (wafat pada tahun 250 H) dan Qunbul (wafat pada tahun 291 H).

  • ‘Ashim al-Kufy
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar. beliau adalah seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah.
Perawi ‘Ashim al-Kufy : Syu’bah (wafat pada tahun 193 H) dan Hafsah (wafat pada tahun 180 H).

  • Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry seorang guru besar
pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya. menurut sebagian orang nama Abu Amr itu
nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Perawi Abu Amr : ad-Dury (wafat pada tahun 246 H) dan as-Susy (wafat pada tahun 261 H).

  • Hamzah al-Kufy
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang
bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy. dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh. wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 156 H.
Perawi Hamzah al-Kufy : Khalaf  (wafat tahun 229 H) dan Khallad (wafat tahun 220 H).

  • Imam Nafi
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy. asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H.
Perawi Imam Nafi' : Qalun (wafat pada tahun 12 H) dan Warasy (wafat pada tahun 197 H).

  • Al-Kisaiy
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah. seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan. menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H.
Perawi Al-Kisaiy : Abul Harits (wafat pada tahun 424 H) dan ad-Dury (wafat tahun 246 H).

Adapun Syarat-Syarat Qiraah yang Muktabar untuk menangkal penyelewengan Qiraah yang sudah mulai muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qiraat yang dapat diterima. Hal ini untuk membedakan Qiraat yang benar dan yang aneh/asing (Syazzah).


Para ulama membuat tiga syarat.
  • Qiraat itu sesuai dengan bahasa Arab meskipun menurut satu jalan.
  • Qiraat itu sesuai dengan salah satu mushaf-mushaf utsmani.
  • Sahih sanadnya.
Referensi :
Ahmad Syadali dkk.
Ulumul Qur'an
Pustaka Setia 224
Abdul al Rahman bin Kamal Jalal al Din al Suyuti
Al Itqan fi ulum al Qur’an
Ditulis oleh Saem Ali, Wednesday, August 7, 2013

Sumber: http://rausha-blog.blogspot.com/2013/08/mengenal-qiroah-sabah-dan-sejarahnya.html

Sabtu, 10 Januari 2015

10 Perkara Sia-sia


SEPULUH PERKARA YANG SIA-SIA TIDAK BERMANFAAT
  1. علم لَا يعْمل بِهِ (Ilmu yang tidak diamalkan).
  2. وَعمل لَا إخلاص فِيهِ وَلَا اقْتِدَاء (Amalan yang tidak ikhlas dan tidak sesuai dengan tuntunan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-).
  3. وَمَال لَا ينْفق مِنْهُ فَلَا يسْتَمْتع بِهِ جَامعه فِي الدُّنْيَا وَلَا يقدمهُ أمَامه إِلَى الْآخِرَة (Harta yang tidak di-infakkan, tidak mendapatkan kenikmatan di dunia dengannya dan tidak pula mengantarkannya ke akhirat).
  4. وقلب فارغ من محبَّة الله والشوق إِلَيْهِ والأنس بِهِ (Hati yang kosong dari kecintaan kepada Allah dan kerinduan kepada-Nya, dan lupa dengan-Nya).
  5. وبدن معطل من طَاعَته وخدمته (Badan yang sunyi dari ketaatan kepada Allah dan penghambaan kepada-Nya).
  6. ومحبة لَا تتقيد برضاء المحبوب وامتثال أوامره (Cinta yang tidak diikat dengan keridloan al-Mahbub (Allah ta’ala) dan dalam menjalankan perintah-perintah Nya).
  7. وَوقت معطل عَن اسْتِدْرَاك فارطه أَو اغتنام بر وقربة (Waktu yang hampa dari mendapatkan faidah atau memperoleh kebaikan dan pendekatan diri kepada Allah).
  8. وفكر يجول فِيمَا لَا ينفع (Pemikiran yang berpikir untuk suatu yang tidak ada manfaatnya).
  9. وخدمة من لَا تقربك خدمته إِلَى الله وَلَا تعود عَلَيْك بصلاح دنياك (Berkhidmat kepada orang yang tidak mendekatkan dirimu untuk berkhidmat kepada Allah dan tidak pula untuk kebaikan duniamu).
  10. وخوفك ورجاؤك لمن ناصيته بيد الله وَهُوَ أسبر فِي قَبضته وَلَا يملك لنَفسِهِ حذرا وَلَا نفعا وَلَا موتا وَلَا حَيَاة وَلَا نشورا (Kekhawatiranmu dan pengharapanmu kepada orang yang ubun-ubunnya di tangan Allah. Sementara dia pun tertawan dalam genggaman Allah tidak bisa memberi manfaat, mudlorot, tidak bisa memberikan kehidupan dan kematian tidak pula membangkitkan).

Jumat, 09 Januari 2015

Aqiqah




AQIQAH
Sacrifice on Occasion of Birth

Narrated Salman bin 'Amir Ad-Dabbi:
I heard Allah's Messenger (ﷺ) saying, "'Aqiqa is to be offered for a (newly born) boy, so slaughter (an animal) for him, and relieve him of his suffering."

 وَقَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ عَاصِمٍ، وَهِشَامٍ، عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ، عَنِ الرَّبَابِ، عَنْ سَلْمَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم‏.‏ وَرَوَاهُ يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ قَوْلَهُ‏.‏ وَقَالَ أَصْبَغُ أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ حَدَّثَنَا سَلْمَانُ بْنُ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏ "‏ مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى ‏"‏‏.


Dan berkata tidak satu orang dari Ashim dan Hisyam dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari Salman bin Amir Adl Dlabiyyi dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Yazid bin Ibrahim juga menceritakan dari Ibnu Sirin dari Salman perkataannya, dan Ashbagh berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb dari Jarir bin Hazim dari Ayyub As Sakhtiyani dari Muhammad bin Sirin berkata, telah menceritakan kepada kami Salman bin Amir Adl Dlabbi ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada anak lelaki ada kewajiban 'akikah, maka potongkanlah hewan sebagai akikah dan buanglah keburukan darinya."
(Sahih al-Bukhari 5472)

Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan. Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits. Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.

Syariat 'akikah

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Beliau bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 (dua) ekor kambing bagi 'Aqأqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 (satu) ekor kambing untuk 'Aqأqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".

Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya'? Ada hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing'? Status hukum akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan seandainya akikah wajib, maka rasulullah S.A.W juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunnah.

Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut.

Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah S.A.W bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.

Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah S.A.W mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.

Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan hikmah tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. 'Akikah sah jika memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw.

Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya, dan lebih dari itu semua, bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.

Hikmah Akikah

Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
  1. Menghidupkan sunah Nabi Muhammad S.A.W dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
  2. Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya.”. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
  3. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
  4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
  5. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
  6. Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya:
  • Membebaskan anak dari ketergadaian
  • Pembelaan orang tua di hari kemudian
  • Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim
  • Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
  • Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
  • Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
  • Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
  • Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Syarat Akikah

Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor[butuh rujukan].
Hewan Sembelihan

Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.

Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.

Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.

Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

Kadar Jumlah Hewan

Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya nabi S.A.W mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini:
  1. Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi S.A.W memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
  2. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi S.A.W memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.

Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi 'S.A.W, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi S.A.W', beliau berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.

Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."

Pembagian daging akikah

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.".
Sumber:
http://sunnah.com/bukhari/71
http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah